KARAKTERISTIK USAHA
|
KONTRAKTOR (PERUSAHAAN)
|
PEMBORONG (PERORANGAN)
|
Tingkat apresiasi mengenai estetika dan kelayakan bangunan
|
Umumnya cukup baik
|
Umumnya kurang
|
Sistem penunjukan Proyek
|
Umumnya kontraktor menginginkan penunjukan proyek harus melalui kontrak atau Surat Perintah Kerja(SPK) agar memiliki aturan jelas menjamin hak dan kewajiban kontraktor maupun pemilik proyek guna menghindari, konflik dan permasalahan hukum yang muncul di kemudian hari
|
Kebanyakan tidak mementingkan surat kontrak maupun SPK, sebagian besar tidak memahami mengenai Kontrak maupun SPK, sebagian lainnya malah menghindarinya karena kekurang fahaman mengenai pentingnya hal tersebut
|
Capital, Asset, modal usaha
|
Memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri yang cukup memadai sesuai kapasitas layanan usahanya, sehingga memiliki back up dana untuk mendanai modal awal proyek, untuk menalangi/ menutupi pendanaan apabila ada keterlambatan pencairan dana dari pemilik proyek dan yang terpenting lagi untuk menutupi over head dan defisit dalam anggaran proyek yang ada
|
Jarang yang memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri biasanya hanya semata mengandalkan kucuran dana dari pemilik proyek, dan biasanya kesulitan sekali jika dana dari pemilik proyek terlambat, dan jika mengalami over head atau defisit dalam anggaran proyek sehingga seringkali meminta kucuran dana yang belum waktunya,atau bahkan meminta pembayaran lebih kepada pemilik proyek dari nilai yang telah disepakati di awal apabila mengalami defisit
|
Tingkat komitmen dalam kontrak
|
Rata-rata cukup tinggi, karena disamping dituntut harus melaksanakan proyek berdasarkan kontrak hitam diatas putih/yang berkekuatan hukum, juga untuk membangun kepercayaan yang baik dari masyarakat terhadap usahanya, sehingga mengharuskannya berkomitmen penuh terhadap semua kontrak untuk membentuk imej usaha yang baik
|
Rata-rata kurang memiliki komitmen, karena penunjukan nya sebagai pelaksana proyek jarang melalui Kontrak atau SPK, penunjukan dan kesapakatan lebih banyak hanya secara lisan, sehingga tidak memiliki bukti hukum yang kuat secara tertulis, hal ini dapat menciptakan celah bagi munculnya konflik dan pelanggaran
|
Rata-rata Rasio perbandingan terjadinya Konflik/ permasalahan dengan costumer/pemilik proyek
|
*Rata-rata Rasio 10 : 3
|
*Rata-rata Rasio 4 : 3
|
Rata-rata Tingkat kepercayaan pemilik proyek
|
*70%
|
*30%
|
Rata-rata tingkat pertumbuhan usaha
|
*20%
|
*Kurang dari 5%
|
*data merupakan hasil perbandingan rata-rata yang diambil dari berbagai sumber
Tabel data perbandingan diatas tidak bermaksud mendiskreditkan para pelaku penyedia jasa kontruksi perorangan / pemborong dan data
tersebut memang tidak juga bisa di jadikan dasar penilaian yang pasti bahwa umumnya kontaktor memang pasti selalu demikian dan Umumnya pemborong memang pasti selalu seperti itu. Karena Ada pula perusahaan kontraktor yang tidak sekualified seperti yang disebutkan diatas atau biasa di sebut dengan "kontraktor nakal" yakni kontraktor yang hanya mengincar sebesa-besarnya keuntungan proyek semata sementara pelaksanaan proyeknya sendiri sering di terlantarkan bahkan di tinggal "kabur" dan lari dari pertanggung jawaban proyeknya. yang seperti ini tidak lah pantas disebut kontraktor, tapi lebih pantas di juluki sebagai "calo proyek", padahal ada juga pemborong perorangan yang kinerjanya lebih baik dan professional daripada kontraktor kebanyakan, tapi ya itu pemborong perorangan yang bermental dan berkinerja positif seperti itu “ada tapi Langka” agak sulit menemukannya.Sedangkan jika melihat perbandingan jumlah dari kalangan kontraktor resmi, yakni antara kontraktor “baik” dengan kontraktor”nakal” jumlahnya menurut saya mungkin hampir berbanding seimbang. semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Egi masna
tersebut memang tidak juga bisa di jadikan dasar penilaian yang pasti bahwa umumnya kontaktor memang pasti selalu demikian dan Umumnya pemborong memang pasti selalu seperti itu. Karena Ada pula perusahaan kontraktor yang tidak sekualified seperti yang disebutkan diatas atau biasa di sebut dengan "kontraktor nakal" yakni kontraktor yang hanya mengincar sebesa-besarnya keuntungan proyek semata sementara pelaksanaan proyeknya sendiri sering di terlantarkan bahkan di tinggal "kabur" dan lari dari pertanggung jawaban proyeknya. yang seperti ini tidak lah pantas disebut kontraktor, tapi lebih pantas di juluki sebagai "calo proyek", padahal ada juga pemborong perorangan yang kinerjanya lebih baik dan professional daripada kontraktor kebanyakan, tapi ya itu pemborong perorangan yang bermental dan berkinerja positif seperti itu “ada tapi Langka” agak sulit menemukannya.Sedangkan jika melihat perbandingan jumlah dari kalangan kontraktor resmi, yakni antara kontraktor “baik” dengan kontraktor”nakal” jumlahnya menurut saya mungkin hampir berbanding seimbang. semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Egi masna